Pangan produk rekayasa genetik
(PRG) dapat diedarkan di Indonesia setelah melalui proses pengkajian keamanan
pangan sehingga mendapatkan sertifikat keamanan pangan PRG yang sekaligus
berfungsi sebagai keputusan izin peredaran pangan PRG. Artikel
kali ini akan membahas prosedur dan informasi yang dibutuhkan dalam pengkajian
keamanan pangan PRG, kewajiban pemohon setelah mendapat izin peredaran dan
ketentuan pelabelan pangan PRG.
Prosedur Pengkajian
Keamanan Pangan
Prosedur pengkajian keamanan
pangan PRG dimulai dengan pengajuan permohonan secara tertulis kepada Kepala
Badan POM. Permohonan dilengkapi dengan
berkas-berkas yang disyaratkan[1]. Pengkajian dilakukan oleh Komisi Keamanan
Hayati (KKH) PRG, yang akan menugaskan kepada Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH)
PRG. Hasil pengkajian akan diumumkan
kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) untuk mendapatkan tanggapan dari
masyarakat luas. Setelah proses
pengumpulan pendapat, maka BKKH melaporkan kepada KKH sebagai bahan pengeluaran
rekomendasi aman atau tidak aman pangan PRG kepada Kepala BPOM. Jika berdasarkan hasil rekomendasi pangan PRG
tersebut aman, maka Kepala BPOM akan mengeluarkan Izin Peredaran Pangan Produk
Rekayasa Genetik (PRG).
Jika suatu bahan penolong (processing aid) dihasilkan melalui
proses rekayasa genetik, namun ketika akan digunakan dalam proses pengolahan
pangan sudah tidak mengandung DNA (Deoxyribo
Nucleic Acid) PRG dan/atau protein PRG, maka tidak perlu melalui proses
pengkajian keamanan pangan. Prosedur
yang ditempuh adalah pembuktian ketidakberadaan DNA PRG, yang dilakukan dengan
melampirkan bukti identifikasi ketidakberadaan gen PRG (umumnya dibuktikan
dengan Polymerase Chain Reaction/PCR)
dan beberapa dokumen lainnya[2].
Informasi yang
Dibutuhkan untuk Pengkajian Keamanan Pangan
Setiap event pangan PRG yang diajukan untuk mendapat izin peredaran perlu
dilengkapi dengan informasi genetik dan keamanan pangan1
(kesepadanan sustansial, alergenisitas, toksisitas dan untuk beberapa kasus feeding study). Semua informasi ini perlu dibuktikan dengan jurnal/laporan
penelitian yang spesifik untuk masing-masing event tersebut. Penelitian
dilakukan di laboratorium yang telah menerapkan Cara Berlaboratorium yang
Baik. Dokumen ini kemudian dijadikan
dasar pengkajian oleh Tim Teknis (TTKH) yang terdiri dari para pakar untuk
mengkaji hal sesuai keahliannya dan BPOM yang akan mengkaji izin peredaran yang
sebelumnya diperoleh di negara lain (kalau ada).
Kewajiban Pemohon
setelah Mendapatkan Izin Peredaran
Setelah mendapatkan izin
peredaran, maka BPOM akan melalukan proses pengawasan dan untuk mendukung hal
tersebut, maka kewajiban diminta untuk menyerahkan dokumen berupa metode
deteksi yang tervalidasi, informasi sekuens primer, informasi bahan baku
pembanding (Certified Reference Material),
contoh pangan PRG dan pangan kontrol (sejenis namun tidak diperoleh melalui
proses rekayasa genetik)2.
Pelabelan Pangan PRG di
Pasaran
Pangan PRG yang telah mendapatkan
izin peredaran dan mengandung DNA paling sedikit 5% (kandungan DNA PRG/kandungan
DNA non PRG), serta diedarkan dalam keadaan terkemas wajib mencantumkan
keterangan berupa tulisan “PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK”[3]. Sementara pangan yang tidak terkemas atau
curah harus diberikan informasi yang jelas bahwa pangan tersebut merupakan
pangan PRG3. Pengecualian
ketentuan pelabelan berlaku untuk pangan yang telah mengalami proses pemurnian
lebih lanjut sehingga tidak teridentifikasi mengandung protein PRG seperti
minyak, lemak, gula dan pati.
Daftar singkatan :
PRG : Pangan Rekayasa
Genetik
KKH : Komisi Keamanan
Hayati
BKKH : Balai Kliring
Keamanan Hayati
TTKH : Tim Teknis
Keamanan Hayati
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
DNA : Deoxyribo
Nucleic Acid
PCR : Polymerase Chain Reaction
[1]
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
[2]
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan
Produk Rekayasa Genetik
[3]
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.03.12.1564
Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik