Rabu, 26 Juli 2017

Pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik


Pangan produk rekayasa genetik (PRG) dapat diedarkan di Indonesia setelah melalui proses pengkajian keamanan pangan sehingga mendapatkan sertifikat keamanan pangan PRG yang sekaligus berfungsi sebagai keputusan izin peredaran pangan PRG.   Artikel kali ini akan membahas prosedur dan informasi yang dibutuhkan dalam pengkajian keamanan pangan PRG, kewajiban pemohon setelah mendapat izin peredaran dan ketentuan pelabelan pangan PRG.

Prosedur Pengkajian Keamanan Pangan
Prosedur pengkajian keamanan pangan PRG dimulai dengan pengajuan permohonan secara tertulis kepada Kepala Badan POM.  Permohonan dilengkapi dengan berkas-berkas yang disyaratkan[1].  Pengkajian dilakukan oleh Komisi Keamanan Hayati (KKH) PRG, yang akan menugaskan kepada Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) PRG.  Hasil pengkajian akan diumumkan kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat luas.  Setelah proses pengumpulan pendapat, maka BKKH melaporkan kepada KKH sebagai bahan pengeluaran rekomendasi aman atau tidak aman pangan PRG kepada Kepala BPOM.  Jika berdasarkan hasil rekomendasi pangan PRG tersebut aman, maka Kepala BPOM akan mengeluarkan Izin Peredaran Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG).  
Jika suatu bahan penolong (processing aid) dihasilkan melalui proses rekayasa genetik, namun ketika akan digunakan dalam proses pengolahan pangan sudah tidak mengandung DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) PRG dan/atau protein PRG, maka tidak perlu melalui proses pengkajian keamanan pangan.  Prosedur yang ditempuh adalah pembuktian ketidakberadaan DNA PRG, yang dilakukan dengan melampirkan bukti identifikasi ketidakberadaan gen PRG (umumnya dibuktikan dengan Polymerase Chain Reaction/PCR) dan beberapa dokumen lainnya[2]

Informasi yang Dibutuhkan untuk Pengkajian Keamanan Pangan
Setiap event pangan PRG yang diajukan untuk mendapat izin peredaran perlu dilengkapi dengan informasi genetik dan keamanan pangan1 (kesepadanan sustansial, alergenisitas, toksisitas dan untuk beberapa kasus feeding study).  Semua informasi ini perlu dibuktikan dengan jurnal/laporan penelitian yang spesifik untuk masing-masing event tersebut.  Penelitian dilakukan di laboratorium yang telah menerapkan Cara Berlaboratorium yang Baik.  Dokumen ini kemudian dijadikan dasar pengkajian oleh Tim Teknis (TTKH) yang terdiri dari para pakar untuk mengkaji hal sesuai keahliannya dan BPOM yang akan mengkaji izin peredaran yang sebelumnya diperoleh di negara lain (kalau ada). 

Kewajiban Pemohon setelah Mendapatkan Izin Peredaran
Setelah mendapatkan izin peredaran, maka BPOM akan melalukan proses pengawasan dan untuk mendukung hal tersebut, maka kewajiban diminta untuk menyerahkan dokumen berupa metode deteksi yang tervalidasi, informasi sekuens primer, informasi bahan baku pembanding (Certified Reference Material), contoh pangan PRG dan pangan kontrol (sejenis namun tidak diperoleh melalui proses rekayasa genetik)2

Pelabelan Pangan PRG di Pasaran
Pangan PRG yang telah mendapatkan izin peredaran dan mengandung DNA paling sedikit 5% (kandungan DNA PRG/kandungan DNA non PRG), serta diedarkan dalam keadaan terkemas wajib mencantumkan keterangan berupa tulisan “PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK”[3].  Sementara pangan yang tidak terkemas atau curah harus diberikan informasi yang jelas bahwa pangan tersebut merupakan pangan PRG3.  Pengecualian ketentuan pelabelan berlaku untuk pangan yang telah mengalami proses pemurnian lebih lanjut sehingga tidak teridentifikasi mengandung protein PRG seperti minyak, lemak, gula dan pati.


Daftar singkatan :
PRG              :  Pangan Rekayasa Genetik
KKH             :  Komisi Keamanan Hayati
BKKH          :  Balai Kliring Keamanan Hayati
TTKH           :  Tim Teknis Keamanan Hayati
BPOM          :  Badan Pengawas Obat dan Makanan
DNA             :  Deoxyribo Nucleic Acid
PCR              :  Polymerase Chain Reaction




[1] Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik

[2] Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik
  
[3] Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar