Senin, 27 Maret 2017




Cara melaporkan SPT lewat e-filling untuk
pegawai penghasilan tunggal







1. Siapkan :

a. kartu NPWP

b. password untuk akses DJP Online (dikirim ke email dengan subyek e-Filling Aktivasi), dan

c. bukti potong pajak dari bendahara kantor (termasuk nomor urut)

d. jumlah Uang Tunjangan Kinerja dan Uang Makan (bruto/belum dipotong pajak, jumlah pajak dan jumlah sudah dipotong pajak)

2. Akses website :
https://djponline.pajak.go.id/account/login

3. Masukkan user ID nomor NPWP, password (poin 1.b), dan kode keamanan sesuai yang ditampilkan pada website.

4.Jawab pertanyaan (penghasilan lebih dari 60 juta rupiah setahun) dan pilih formulir 1770S dengan bentuk formuliir

5. Isi "Data Form" :

a. Tahun Pajak : 2016

b. Status SPT : Normal

c. Klik "langkah berikutnya"

6. Isi Lampiran II :

a. Bagian A - Penghasilan yang dikenakan PPh final :

a.1 Klik "Tambah",

a.2 Pada Sumber Jenis Penghasilan, pilih "6. Honorarium atas beban APBN)"

a.3 Pada DPP/Penghasilan Bruto, masukkan jumlah bruto tukin + uang makan

a.4 Pada "PPh Terutang", masukkan angka "0 (nol)"

a.5 Klik "Simpan"

a.6 Pada Tabel Bagian A sudah terisi sesuai yang dimasukkan.

a.7. Klik "Lanjut ke Daftar Harta"


b.Bagian B - Harta pada Akhir Tahun

b.1 Isi sesuai jenis dan jumlah harta yang dimiliki (semua harta atas nama pelapor pajak yang dimiliki Tahun 2016), kalau sudah pernah melapor tahun lalu, bisa Klik "harta pada SPT Tahun Lalu".

b.2 Klik "Lanjut ke Daftar Hutang"

c. Bagian C - Kewajiban/Utang Pada Akhir Tahun

c.1 Isi sesuai jenis dan jumlah Hutang yang dimiliki (semua hutang atas nama pelapor pajak)

c.2. Klik "Lanjut ke Daftar Tanggungan"


d. Bagian D - Daftar Susunan Anggota Keluarga

d.1 Isi sesuai tanggungan

d.2 Klik "Langkah Berikutnya"

7. Isi Lampiran I :

a. Bagian A - Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya (Tidak Termasuk Penghasilan Dikenakan PPH dan/atau Bersifat Final)

a.1 Diisi jika ada penghasilan lain (diluar gaji dari kantor) yang ketika diterima belum dipotong pajak

a.2 Klik "Lanjut ke B"

b. Bagian B - Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak

b.1 Dikosongkan saja

b.2 Klik " Lanjut ke Bukti Potong"

c. Bagian C - Daftar Pemotongan/Pemungutan PPh oleh Pihak Lain dan PPh yang

Ditanggung Pemerintah

c.1 Klik "Tambah"

c.2 Pada "Jenis Pajak" pilih "Pasal 21"

c.3 Pada "NPWP Pemotong/Pemungut Pajak", masukkan nomor NPWP

Bendahara Kantor (sesuai bukti potong, diatas dekat nama Pemotong Pajak)

c.4 Pada "Nama Pemotong/Pemungut Pajak", akan otomatis terisi setelah

mengisikan nomor NPWP (c.3)

c.5 Pada "Nomor Bukti Pemotongan/Pemungutan", masukkan nomor

bukti pemotongan sesuai info dari Kantor

c.6 Pada "Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan", masukkan tanggal bukti

pemotongan (ada pada bukti, dibawah dekat tanda tangan bendahara)

c.7 Pada "Jumlah PPh Yang Dipotong/Dipungut", masukkan jumlah PPh (nomor A.19)

c.8 Klik "Simpan"

c.9 Daftar Pemotongan telah terisi

c.10 Klik "Langkah Berikutnya"


8. Isi Induk :

a. Identitas :

a.1 Isi Status Perkawinan

a.2 Klik "Lanjut ke A"

b. Bagian A - Penghasilan Netto

b.1 Isi bagian 1, "Penghasilan Netto Dalam Negeri Sehubungan Dengan Pekerjaan",

sesuai bukti pemotongan pajak (bagian A.15)

b.2 Kosongkan bagian 2 dan 3


b.3 Bagian 4 "Jumlah Penghasilan Netto" akan otomatis terisi sesuai bagian 1


b.4 Kosongkan Bagian 5 "Zakat/Sumbangan Keagamaan yang bersifat wajib"


b.5 Bagian 6 akan otomatis terisi sesuai bagian 1


b.6 Klik "Lanjut ke B"

c. Bagian B - Penghasilan Kena Pajak


c.1 Akan terisi otomatis, sama dengan bukti pajak (bagian A.16)


c.2 Klik "Lanjut ke C"


d. Bagian C - PPh Terutang


d.1 Akan terisi otomatis, kalau aku nilainya "0 (nol)"


d.2 Klik "Lanjut ke D"

e. Bagian D - Kredit Pajak

e.1 Akan terisi otomatis, kalau aku nilainya "0 (nol)"

e.2 Klik "Lanjut ke E"


f. Bagian E - PPH Kurang/Lebih Bayar

f.1 Akan terisi otomatis, kalau aku nilainya "0 (nol)"

f.2 Klik "lanjut ke F"



g. Bagian F - Angsuran PPh pasal 25 Tahun Pajak Berikutnya

g.1 Kalau aku tidak ada isinya

g.2 Klik "Lanjut ke Pernyataan"



h. Pernyataan

h.1 Klik "Setuju/Agree"

h.2 Klik "Langkah Berikutnya"


9. Langkah Kirim

    a. Jenis Formulir : 1770 S

    b. Tahun Pajak : 2016

    c. Pembetulan ke- : 0

    d. Status SPT : "Nihil"

    e. Jumlah : "0"

    f. Kirim : Klik [di sini], untuk mengirim kode verifikasi

    g. Buka email dan ambil kode verifikasi

    h. Masukkan kode verifikasi

    i. Klik "Kirim SPT"

   j. Klik "selesai"

   k. Klik "Puas" jika puas

    l. Klik "Tutup"



10.Buka email dan cek apakah terima email dari e-filling@pajak.go.id, dengan subyek :

[e-filling] Bukti Penerimaan Elektronik

11.Selesai.



Minggu, 12 Maret 2017

Pentingnya Sarana Kantin di Sekolah


Keberadaan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) diperlukan oleh anak-anak dan para pedagang.  Pangan jajanan merupakan komponen penting untuk pemenuhan asupan energi dan gizi bagi anak yang bersekolah. Seorang anak yang sedang menempuh pendidikan dasar setidaknya menghabiskan waktu sekitar 5 jam per hari di sekolah.  Selama waktu ini, mereka memerlukan asupan energi dan gizi yang cukup untuk dapat melakukan berbagai aktivitas, termasuk berkonsentrasi dengan pelajaran yang diberikan.  Untuk itu diperlukan panganan dalam bentuk makanan berat (meals) dan makanan ringan atau camilan.  Selain itu, berjualan makanan jajanan merupakan sumber mata pencaharian yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga masih banyak diandalkan oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.

Variasi jenis pangan, tempat pengolahan, sarana penjualan, dan lokasi penjualan membuat tantangan dalam upaya penjaminan keamanan pangan cukup tinggi.    Ingredien, cara pengolahan, cara penyajian, dan cara konsumsi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi risiko keamanan pangan. Umumnya PJAS terdiri dari berbagai jenis pangan tradisional dengan banyak pilihan menu untuk makanan, minuman, dan camilan.  Berdasarkan tempat pengolahannya, pangan jajanan dapat dibuat di rumah, industri kecil, sarana penjualannya dan di pinggir jalan[1].  Keamanan pangan dapat diperoleh dari pengendalian risiko termasuk diantaranya penyediaan infrastruktur dan lingkungan yang higienis.

Pengamatan di lapangan menemukan terdapat praktek yang tidak baik dan berpotensi besar menyebabkan gangguan kesehatan, seperti buruknya higiene dan sanitasi, penggunaan bahan bukan untuk makanan (boraks, formalin, rhodamin B dan methanil yellow), kandungan pemanis yang melebihi batas[2] dan penggunaan pengawet yang melebihi batas[3].  Jumlah pencemaran mikroba (koliform, E.coli, S.aureus, dan Salmonella) pada PJAS adalah 16%, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) (pemanis dan pengawet) melebihi batas sebesar 13%, dan penggunaan bahan bukan untuk makanan sebesar 5%3.  Ketiga kelompok masalah ini perlu diselesaikan dengan pendekatan yang tepat. 

Pengendalian keamanan pangan berbasiskan risiko memerlukan kajian untuk menentukan ranking potensi bahaya dengan mempertimbangkan peluang kejadian gangguan kesehatan[4].  Sehingga dapat diambil langkah intervensi, baik berupa pembinaan ataupun penindakan pada bagian yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal. 


Pendekatan sederhana untuk penjaminan keamanan pangan yang dirumuskan oleh WHO adalah 5 kunci keamanan pangan, yaitu menjaga kebersihan, memisahkan pangan mentah dari pangan matang, memasak pangan dengan benar, menjaga pangan pada suhu aman, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman.  Kesederhanaan pesannya membuat mudah dipahami dan diterapkan pada pedagang jajanan anak sekolah yang umumnya diliputi oleh berbagai keterbatasan, seperti dana, fasilitas, pengetahuan dan kesadaran.  


Penyediaan tempat khusus, seperti kantin akan menjadi cara yang tepat dalam meminimalkan risiko pencemaran pangan jajanan anak sekolah.  Kantin sewajarnya diikuti dengan berbagai sarana pendukungnya, seperti air bersih (untuk mengolah pangan atau untuk membersihkan peralatan makan), tempat mengolah pangan yang jauh dari sumber pencemaran, dan manajemen limbah yang baik.  Tempat yang terkonsentrasi akan memudahkan pemberian penyuluhan secara periodik kepada penjaja, bahkan jika terjadi penyakit yang disebabkan dari makanan maka penelusuran penyebab dan pengambilan tindakan perbaikan akan dapat lebih cepat dilakukan.   Hal-hal inilah yang menyebabkan pentingnya disediakan sarana tempat yang memadai untuk menjajakan dan mengkonsumsi makanan bagi anak di sekolah.



[1] INFOSAN. 2010. Basic Steps to Improve Safety of Street-Vended Food. INFOSAN Information Note No. 3/2010.
[2] Juliyah. 2011. Tingkat Keamanan Pangan Jajanan Anak Masih Rendah. http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=1091
[3] BPOM. 2012. Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta
[4] Hariyadi, P. 2011.  Kajian Risiko untuk Optimalisasi Pengawasan PJAS. Focus Group Discussion Persiapan Pelaksanaan Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah, Jejaring Keamanan Pangan Nasional. Jakarta. 18 Agustus 2011.

PRODUK SUSU YANG DIFERMENTASI


Produk susu fermentasi semakin mendapat tempat di hati konsumen Indonesia.  Berbagai jenis produk tersedia di pasaran.  Pemerintah mengantisipasi hal ini dengan mengatur berbagai jenis produk tersebut berdasarkan penggunaan bahan tambahan pangan yang digunakan.   Kategori Pangan yang disahkan oleh Kepala Badan POM pada tanggal 9 Oktober 2006 merupakan perangkat yang digunakan untuk mengatur persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh suatu jenis produk pangan.  Kategori Pangan ini disusun berdasarkan Food Category System yang digunakan Codex Alimentarius Commission pada General Standard for Food Additives, sehingga dasar pengelompokkannya adalah berdasarkan penggunaan bahan tambahan pangan.
Produk susu fermentasi berada pada Kategori Pangan 01 - Produk - Produk Susu dan Analognya, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0.  Lebih spesifiknya lagi di Kategori Pangan 01.2.1-Susu Fermentasi (plain), 01.1.2 -Minuman Berbasis Susu yang Berperisa
dan atau Difermentasi, 01.7-Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu, dan 01.1.1.2-Buttermilk (Plain).
Susu Fermentasi (plain) [Kategori pangan 01.2.1- Susu Fermentasi (Plain)]
Produk susu fermentasi yang terdapat pada kategori 01.2.1-Susu Fermentasi (plain) adalah semua produk susu fermentasi plain dengan atau tanpa pemanasan. Produk Susu Fermentasi (Plain) Tanpa Pemanasan termasuk pada kategori 01.2.1.1 dan  Produk Susu Fermentasi (Plain) Dengan Pemanasan termasuk pada kategori 01.2.1.2.  Jenis produk yang terdapat pada kategori 01.2.1 adalah yogurt, susu fermentasi, susu berkultur, susu diasamkan, kefir dan kumys.  Jenis susu yang dapat digunakan dalam memproduksi susu yang difermentasi adalah susu segar, susu fermentasi, susu rekonstitusi atau susu rekombinasi.  Jenis bakteri yang digunakan untuk fermentasi adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus atau bakteri asam laktat lainnya yang sesuai. 
Perbedaan antara yogurt dan susu fermentasi adalah pada kadar asam laktatnya. Produk yogurt umumnya memiliki keasaman lebih tinggi dibandingkan susu fermentasi.  Suatu produk dapat disebut sebagai susu fermentasi, jika memiliki kadar asam laktat tidak kurang dari 0,5%, sementara untuk dapat diberikan nama jenis yogurt, kadar asam laktat produk tersebut tidak boleh kurang dari 0,9%.  Susu diasamkan diperoleh dari susu yang diasamkan dengan asam asetat, asam adipat, asam sitrat, asam fumarat, asam glukono delta lakton, asam hidroklorat, asam laktat, asam malat, asam fosfat, asam suksinat, dan asam tartarat, dengan atau tanpa penambahan mikroba, vitamin dan bahan lainnya. 

Minuman berbasis susu yang difermentasi (Kategori Pangan 01.1.2-Minuman Berbasis Susu yang Berperisa dan atau Difermentasi)
Produk susu fermentasi yang terdapat pada kategori 01.1.2 adalah produk minuman siap minum berbasis susu dengan penambahan perisa.  Jenis produknya adalah minuman susu fermentasi berperisa, minuman yogurt berperisa, dan lassi.  Produk minuman susu fermentasi berperisa atau yogurt berperisa adalah produk yang dibuat dengan bahan dasar susu fermentasi atau yogurt dan ditambahkan perisa.  Lassi adalah minuman yang dibuat dengan mengocok curd (produk susu yang diperoleh dengan menggumpalkan susu dan meniriskan cairan wheynya) susu yang difermentasi dengan asam laktat dan dicampur dengan gula. 
Pada Sidang Codex Committee on Milk and Milk Products ke-9 tahun 2010, draft Amandemen Codex Standard for Fermented Milks diusulkan untuk diadopsi pada Sidang Codex Alimentarius Commission ke-33 tahun 2010.  Pada draft amandemen ini ditetapkan bahwa produk minuman berbasis susu fermentasi harus memiliki kadar susu fermentasi tidak kurang dari 40% (b/b).  Hal ini bertujuan untuk menjaga sifat alami dari produk susu.
Yogurt sebagai pencuci mulut (Kategori Pangan 01.7-Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu)
Produk yogurt yang terdapat pada kategori ini adalah sama seperti yogurt pada kategori 01.2.1 dengan penambahan perisa.  Perbedaannya dengan yogurt pada kategori pangan 01.1.2 adalah bentuknya yang tidak berupa minuman.

Dadih [Kategori Pangan 01.1.1.2-Buttermilk (Plain)]
Dadih merupakan produk yang dihasilkan dari fermentasi spontan bakteri asam laktat pada susu kerbau. 
Berbagai ketentuan baik berupa regulasi teknis atau standar disiapkan untuk menjaga mutu produk susu fermentasi yang beredar dan untuk mendukung perkembangan industri yang adil dan bertanggung jawab.




Pustaka :
1.      Badan POM, 2006. Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan. Jakarta.
2.      Codex Alimentarius Commission, 2010.  Report of the Ninth Session of the Codex Committee on Milk and Milk Products, Roma.

Pendekatan Risiko untuk Menjamin Keamanan Pangan di Sarana Ritel


Sarana ritel adalah rantai pangan terakhir dari suatu produk pangan sebelum sampai ke tangan konsumen, jaminan keamanan pangan perlu disediakan oleh pengelola agar konsumen dapat terlindungi dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Sebagian besar masyarakat masih mengandalkan pasar tradisional dalam membeli kebutuhannya1.  Selain sarana ritel tradisional masyarakat mengenal juga sarana ritel modern. Kegemaran mengunjungi sarana ritel modern, seperti pasar swalayan, convenience store, dan mall antara lain disebabkan oleh fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik.  Pada tahun 2011 omzet toko modern mencapai Rp 120 triliun2, tentunya ini dapat digunakan oleh pengelola sarana ritel untuk menyediakan berbagai fasilitas dan melakukan berbagai tindakan yang diperlukan dalam rangka menjamin keamanan pangan dari produk yang disediakan.

Dalam rangka memberikan acuan kepada pengelola sarana ritel untuk penerapan prinsip keamanan pangan, Pemerintah menyusun suatu Pedoman3 bagi sarana ritel modern yang sebagian unsurnya bersifat wajib sementara lainnya sukarela4 dan diawasi prakteknya oleh Pengawas.   Pemerintah berharap peritel turut berperan aktif dalam menjaga keamanan pangan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penjaminan keamanan pangan5. 

Salah satu pendekatan yang dapat diambil oleh manajemen adalah penetapan program inspeksi berbasis prinsip HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), yaitu dengan melakukan tindakan inspeksi pada titik-titik kritis berdasarkan analisis risiko atas gangguan keamanan pangan. Program inspeksi ini dilakukan dengan penggunaan formulir inspeksi yang didesain untuk mengidentifikasi dan mengintervensi faktor risiko, pendokumentasian status kesesuaian dan tindakan intervensi pada tiap faktor risiko, pengelompokan area di sarana berdasarkan potensi risiko; penetapan frekuensi inspeksi berdasarkan risiko untuk memfokuskan tindakan pada yang berisiko paling tinggi; penerapan program untuk tindakan koreksi di tempat kejadian, diskusi mengenai tindakan pengendalian risiko dalam jangka panjang, dan tindakan yang perlu diambil;  serta penetapan kebijakan untuk verifikasi dan validasi rencana HACCP6.

Hal-hal yang tergolong berisiko tinggi menyebabkan gangguan keamanan pangan, antara lain pencemaran silang, proses pembersihan, proses sanitasi,  proses penerimaan stok, serta proses penyimpanan. 

Pencemaran silang ke bahan pangan dapat terjadi karena mikroba patogen yang masuk melalui permukaan, perlengkapan atau tangan pekerja7.  Sumber cemaran lainnya adalah bahan kimia pembersih, bahan kimia pengendali hama, serangga atau benda asing lainnya.  Risiko pencemaran dapat diminimalkan dengan disain fasilitas dan tata ruang yang sesuai.  Tata ruang harus didesain untuk mencegah pencemaran seperti masuk dan berkembang biaknya hama, dan untuk memudahkan proses pembersihan dan pemeliharaan. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan, penyiapan, pemajangan, dan yang bersentuhan dengan pangan (misalnya pisau dan talenan) perlu dipantau untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Untuk mencegah karyawan menjadi sumber pencemaran silang, manajemen perlu melakukan pemantauan kesehatan karyawan, khususnya terhadap yang menangani pangan segar dan pangan siap saji.  Karyawan harus mampu menerapkan prinsip higiene yang baik, seperti mencuci tangan sebelum menangani pangan; menggunakan seragam kerja yang bersih dan terawat; jika diperlukan masker, sarung tangan, celemek, hairnet, agar mereka tidak menularkan penyakit melalui pangan.  Pegawai yang terlibat dalam kegiatan penyiapan pangan sebaiknya juga memastikan peralatan dalam keadaan bersih.  Pangan segar dan siap saji yang disiapkan agar dikemas dan dilengkapi dengan label yang mencantumkan tanggal pengemasan.

Kebersihan fasilitas harus selalu dijaga, terutama pada bagian permukaan yang bersentuhan dengan pangan, karena area ini berisiko tinggi untuk menjadi sumber pencemaran.  Tindakan pemeliharaan yang perlu dilakukan terdiri dari pembersihan, sanitasi dan pengendalian hama.  Pembersihan dilakukan untuk menyingkirkan kotoran; sanitasi untuk mengurangi mikroba patogen; dan pengendalian hama untuk memastikan tidak ada infestasi hama di sarana ritel.  Program dan jadwal akan membuat karyawan lebih mudah dalam melakukan pemeliharaan dan berfungsinya pengontrolan oleh pihak manajemen.  Untuk mencegah pencemaran silang, bahan kimia untuk pemeliharaan seperti bahan kimia untuk pembersih atau sanitasi dan pestisida perlu disimpan, digunakan dan dilabel8 dengan baik agar tidak mencemari pangan dan peralatan.

Diperlukan sistem penerimaan dan pemeriksaan yang efektif untuk menjamin keamanan stok pangan yang diterima.  Pemeriksaan mencakup suhu alat transportasi dan pangan segar yang diangkut untuk memastikan tercapai kondisi yang dipersyaratkan, kondisi transportasi terutama untuk pangan siap saji dan kelengkapan label pangan olahan untuk memastikan kesesuaiannya dengan Peraturan9.

Setelah diterima, maka tahap selanjutnya adalah penyimpanan.  Beberapa jenis pangan memerlukan kondisi penyimpanan yang spesifik, sehingga diperlukan fasilitas penyimpanan dingin, beku, dan kering.  Fasilitas penyimpanan dingin digunakan untuk mempertahankan produk pada suhu kurang dari 8°C, dan beku pada suhu kurang dari -18°C.   Alat pembaca (air probe atau needle probe)7  dapat digunakan untuk memeriksa suhu fasilitas atau pangan yang disimpan.  Kondisi penyimpanan kering yang baik adalah suhu antara 10 s/d 21°C dan kelembapan 50 s/d 60%. 

Jenis pangan yang umumnya disimpan dalam kondisi dingin atau beku adalah daging unggas, ikan, daging, produk susu, buah dan kacang-kacangan, sayuran.  Telur dengan masa peredaran hingga 21 hari sebaiknya disimpan pada suhu dingin, namun jika habis dalam waktu cepat (3 hari) dapat disimpan di suhu kamar.  Pangan yang disimpan dalam penyimpanan kering adalah pangan kaleng, bumbu, kopi, teh, lemak, minyak, daging yang dikeringkan, buah kering, sayur kering, biji-bijian dan hasil olahnya.  Lemak dan minyak disimpan terlindung dari cahaya.  Biji-bijian dan hasil olahnya, bumbu, kopi, dan teh dibungkus dengan bahan kedap udara dan kering.  Daging, buah dan sayur yang dikeringkan dibungkus dan ditutup rapat dengan bahan kedap air dan kedap udara serta terlindung dari cahaya. Pangan yang dipajang sebaiknya dilindungi dari pencemaran, pangan siap saji terpisah dari pangan segar dan pangan basah. 

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk menjamin keamanan pangan, misalnya untuk penelusuran apabila terjadi kasus kejadian luar biasa.  Sistem dokumentasi sebaiknya menggambarkan secara lengkap dan jelas asal-usul setiap jenis produk. 

Pengendalian bahaya keamanan pangan artinya mengetahui dengan tepat bahaya yang berisiko sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan ataupun koreksi saat dibutuhkan.  Pangan siap saji (misalnya berbagai jenis masakan, produk bakeri), pangan segar (termasuk telur), produk susu dan produk  daging adalah jenis pangan dengan risiko tinggi sehingga diperlukan perhatian lebih misalnya dibandingkan dengan pangan kering yang dikemas.  Tindakan yang tepat akan menjamin keamanan pangan di sarana ritel.

Tindakan lainnya untuk menjamin keamanan pangan diantaranya pengeluaran pangan yang rusak dan kedaluwarsa dari rak, pengaturan stok lama untuk diletakkan di bagian depan; pengecekan kondisi kemasan, tanggal kedaluwarsa, pemisahan dari bahan non pangan, pemisahan pangan segar dan kering, pemisahan pangan siap saji dan pangan lainnya saat penyerahan ke konsumen. 



Dengan terjaminnya keamanan pangan pada sarana ritel, pihak pengelola, konsumen, dan negara akan memperoleh keuntungan dari sektor ekonomi dan kesehatan.  Konsumen terhindar dari penyakit karena pangan yang tidak aman, dan omzet pengelola akan semakin meningkat karena pangan disediakan aman.  Negara akan diuntungkan dengan terserapnya seluruh pangan yang diproduksi sehingga pemanfaatannya optimal, serta terciptanya generasi masyarakat yang sehat dan berkualitas untuk pembangunan bangsa.


Pustaka :

[1]. Global Business Guide Indonesia. 2011. The Rise of Modern Retail Outlets. http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2011/the_rise_of_modern_retail_outlets.php

2. Fitriani, E. 2011. 2012, Omzet Ritel Modern Rp 144 T.http://www.investor.co.id/home/2012-omzet-ritel-modern-rp-144-t/26288

3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik

4. DR.Roy Sparringa dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di Indonesia pada 19 Desember 2011. di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik. http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.

5. Dra. Kustantinah dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di Indonesia pada 19 Desember 2011 di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik. http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.

6. US FDA. 2011. Voluntary National Retail Food Regulatory Program Standards-January 2011. http://www.fda.gov/Food/FoodSafety/RetailFoodProtection/ProgramStandards/ucm245493.htm

7. UK Food Standards Agency.Safer Food, Better Business for Retailers.FSA/1152/0407. http://www.food.gov.uk/foodindustry/regulation/hygleg/hyglegresources/sfbb/sfbbretail/

8. State of Florida. 2001. Good Retail Practices. http://www.foodsafety.ksu.edu/articles/450/florida_restauraunt_checklist.pdf

9. Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan