Keberadaan pangan
jajanan anak sekolah (PJAS) diperlukan oleh anak-anak dan para pedagang. Pangan jajanan merupakan komponen penting
untuk pemenuhan asupan energi dan gizi bagi anak yang bersekolah. Seorang anak
yang sedang menempuh pendidikan dasar setidaknya menghabiskan waktu sekitar 5
jam per hari di sekolah. Selama waktu
ini, mereka memerlukan asupan energi dan gizi yang cukup untuk dapat melakukan
berbagai aktivitas, termasuk berkonsentrasi dengan pelajaran yang
diberikan. Untuk itu diperlukan panganan
dalam bentuk makanan berat (meals)
dan makanan ringan atau camilan. Selain
itu, berjualan makanan jajanan merupakan sumber mata pencaharian yang tidak
membutuhkan keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga masih banyak
diandalkan oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.
Variasi jenis
pangan, tempat pengolahan, sarana penjualan, dan lokasi penjualan membuat
tantangan dalam upaya penjaminan keamanan pangan cukup tinggi. Ingredien, cara pengolahan, cara penyajian,
dan cara konsumsi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi risiko keamanan
pangan. Umumnya PJAS terdiri dari berbagai jenis pangan tradisional dengan
banyak pilihan menu untuk makanan, minuman, dan camilan. Berdasarkan tempat pengolahannya, pangan
jajanan dapat dibuat di rumah, industri kecil, sarana penjualannya dan di
pinggir jalan[1]. Keamanan pangan dapat diperoleh dari
pengendalian risiko termasuk diantaranya penyediaan infrastruktur dan
lingkungan yang higienis.
Pengamatan di
lapangan menemukan terdapat praktek yang tidak baik dan berpotensi besar
menyebabkan gangguan kesehatan, seperti buruknya higiene dan sanitasi,
penggunaan bahan bukan untuk makanan (boraks, formalin, rhodamin B dan methanil
yellow), kandungan pemanis yang melebihi batas[2]
dan penggunaan pengawet yang melebihi batas[3]. Jumlah pencemaran mikroba (koliform, E.coli, S.aureus, dan Salmonella) pada PJAS adalah 16%,
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) (pemanis dan pengawet) melebihi batas sebesar
13%, dan penggunaan bahan bukan untuk makanan sebesar 5%3. Ketiga kelompok masalah ini perlu
diselesaikan dengan pendekatan yang tepat.
Pengendalian
keamanan pangan berbasiskan risiko memerlukan kajian untuk menentukan ranking
potensi bahaya dengan mempertimbangkan peluang kejadian gangguan kesehatan[4]. Sehingga dapat diambil langkah intervensi,
baik berupa pembinaan ataupun penindakan pada bagian yang tepat untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Pendekatan
sederhana untuk penjaminan keamanan pangan yang dirumuskan oleh WHO adalah 5
kunci keamanan pangan, yaitu menjaga kebersihan, memisahkan pangan mentah dari
pangan matang, memasak pangan dengan benar, menjaga pangan pada suhu aman,
serta menggunakan air dan bahan baku yang aman.
Kesederhanaan pesannya membuat mudah dipahami dan diterapkan pada
pedagang jajanan anak sekolah yang umumnya diliputi oleh berbagai keterbatasan,
seperti dana, fasilitas, pengetahuan dan kesadaran.
Penyediaan tempat
khusus, seperti kantin akan menjadi cara yang tepat dalam meminimalkan risiko
pencemaran pangan jajanan anak sekolah.
Kantin sewajarnya diikuti dengan berbagai sarana pendukungnya, seperti
air bersih (untuk mengolah pangan atau untuk membersihkan peralatan makan),
tempat mengolah pangan yang jauh dari sumber pencemaran, dan manajemen limbah
yang baik. Tempat yang terkonsentrasi
akan memudahkan pemberian penyuluhan secara periodik kepada penjaja, bahkan
jika terjadi penyakit yang disebabkan dari makanan maka penelusuran penyebab
dan pengambilan tindakan perbaikan akan dapat lebih cepat dilakukan. Hal-hal inilah yang menyebabkan pentingnya
disediakan sarana tempat yang memadai untuk menjajakan dan mengkonsumsi makanan
bagi anak di sekolah.
[1]
INFOSAN. 2010. Basic Steps to
Improve Safety of Street-Vended Food. INFOSAN Information Note No. 3/2010.
[2]
Juliyah. 2011. Tingkat Keamanan
Pangan Jajanan Anak Masih Rendah. http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=1091
[4]
Hariyadi, P. 2011. Kajian Risiko untuk
Optimalisasi Pengawasan PJAS. Focus Group Discussion Persiapan Pelaksanaan Aksi
Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah, Jejaring Keamanan Pangan Nasional. Jakarta.
18 Agustus 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar