Sarana ritel adalah
rantai pangan terakhir dari suatu produk pangan sebelum sampai ke tangan
konsumen, jaminan keamanan pangan perlu disediakan oleh pengelola agar konsumen
dapat terlindungi dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Sebagian besar
masyarakat masih mengandalkan pasar tradisional dalam membeli kebutuhannya1. Selain sarana ritel tradisional masyarakat
mengenal juga sarana ritel modern. Kegemaran mengunjungi sarana ritel modern,
seperti pasar swalayan, convenience store,
dan mall antara lain disebabkan oleh fasilitas dan infrastruktur yang lebih
baik. Pada tahun 2011 omzet toko modern
mencapai Rp 120 triliun2, tentunya ini dapat digunakan oleh pengelola
sarana ritel untuk menyediakan berbagai fasilitas dan melakukan berbagai
tindakan yang diperlukan dalam rangka menjamin keamanan pangan dari produk yang
disediakan.
Dalam rangka
memberikan acuan kepada pengelola sarana ritel untuk penerapan prinsip keamanan
pangan, Pemerintah menyusun suatu Pedoman3 bagi sarana ritel modern
yang sebagian unsurnya bersifat wajib sementara lainnya sukarela4
dan diawasi prakteknya oleh Pengawas.
Pemerintah berharap peritel turut berperan aktif dalam menjaga keamanan
pangan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penjaminan keamanan
pangan5.
Salah satu
pendekatan yang dapat diambil oleh manajemen adalah penetapan program inspeksi
berbasis prinsip HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point), yaitu dengan melakukan tindakan inspeksi pada
titik-titik kritis berdasarkan analisis risiko atas gangguan keamanan pangan.
Program inspeksi ini dilakukan dengan penggunaan formulir inspeksi yang
didesain untuk mengidentifikasi dan mengintervensi faktor risiko, pendokumentasian
status kesesuaian dan tindakan intervensi pada tiap faktor risiko,
pengelompokan area di sarana berdasarkan potensi risiko; penetapan frekuensi
inspeksi berdasarkan risiko untuk memfokuskan tindakan pada yang berisiko
paling tinggi; penerapan program untuk tindakan koreksi di tempat kejadian,
diskusi mengenai tindakan pengendalian risiko dalam jangka panjang, dan
tindakan yang perlu diambil; serta
penetapan kebijakan untuk verifikasi dan validasi rencana HACCP6.
Hal-hal yang
tergolong berisiko tinggi menyebabkan gangguan keamanan pangan, antara lain
pencemaran silang, proses pembersihan, proses sanitasi, proses penerimaan stok, serta proses
penyimpanan.
Pencemaran silang
ke bahan pangan dapat terjadi karena mikroba patogen yang masuk melalui permukaan,
perlengkapan atau tangan pekerja7.
Sumber cemaran lainnya adalah bahan kimia pembersih, bahan kimia
pengendali hama, serangga atau benda asing lainnya. Risiko pencemaran dapat diminimalkan dengan
disain fasilitas dan tata ruang yang sesuai.
Tata ruang harus didesain untuk mencegah pencemaran seperti masuk dan
berkembang biaknya hama, dan untuk memudahkan proses pembersihan dan
pemeliharaan. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan, penyiapan,
pemajangan, dan yang bersentuhan dengan pangan (misalnya pisau dan talenan) perlu
dipantau untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Untuk mencegah
karyawan menjadi sumber pencemaran silang, manajemen perlu melakukan pemantauan
kesehatan karyawan, khususnya terhadap yang menangani pangan segar dan pangan
siap saji. Karyawan harus mampu
menerapkan prinsip higiene yang baik, seperti mencuci tangan sebelum menangani
pangan; menggunakan seragam kerja yang bersih dan terawat; jika diperlukan
masker, sarung tangan, celemek, hairnet, agar mereka tidak menularkan penyakit
melalui pangan. Pegawai yang terlibat
dalam kegiatan penyiapan pangan sebaiknya juga memastikan peralatan dalam
keadaan bersih. Pangan segar dan siap
saji yang disiapkan agar dikemas dan dilengkapi dengan label yang mencantumkan
tanggal pengemasan.
Kebersihan
fasilitas harus selalu dijaga, terutama pada bagian permukaan yang bersentuhan
dengan pangan, karena area ini berisiko tinggi untuk menjadi sumber
pencemaran. Tindakan pemeliharaan yang
perlu dilakukan terdiri dari pembersihan, sanitasi dan pengendalian hama. Pembersihan dilakukan untuk menyingkirkan
kotoran; sanitasi untuk mengurangi mikroba patogen; dan pengendalian hama untuk
memastikan tidak ada infestasi hama di sarana ritel. Program dan jadwal akan membuat karyawan lebih
mudah dalam melakukan pemeliharaan dan berfungsinya pengontrolan oleh pihak
manajemen. Untuk mencegah pencemaran
silang, bahan kimia untuk pemeliharaan seperti bahan kimia untuk pembersih atau
sanitasi dan pestisida perlu disimpan, digunakan dan dilabel8 dengan
baik agar tidak mencemari pangan dan peralatan.
Diperlukan sistem
penerimaan dan pemeriksaan yang efektif untuk menjamin keamanan stok pangan
yang diterima. Pemeriksaan mencakup suhu
alat transportasi dan pangan segar yang diangkut untuk memastikan tercapai
kondisi yang dipersyaratkan, kondisi transportasi terutama untuk pangan siap
saji dan kelengkapan label pangan olahan untuk memastikan kesesuaiannya dengan
Peraturan9.
Setelah diterima,
maka tahap selanjutnya adalah penyimpanan.
Beberapa jenis pangan memerlukan kondisi penyimpanan yang spesifik,
sehingga diperlukan fasilitas penyimpanan dingin, beku, dan kering. Fasilitas penyimpanan dingin digunakan untuk
mempertahankan produk pada suhu kurang dari 8°C, dan beku
pada suhu kurang dari -18°C. Alat pembaca (air probe atau needle probe)7 dapat
digunakan untuk memeriksa suhu fasilitas atau pangan yang disimpan. Kondisi penyimpanan kering yang baik adalah
suhu antara 10 s/d 21°C dan kelembapan 50 s/d 60%.
Jenis pangan yang
umumnya disimpan dalam kondisi dingin atau beku adalah daging unggas, ikan,
daging, produk susu, buah dan kacang-kacangan, sayuran. Telur dengan masa peredaran hingga 21 hari
sebaiknya disimpan pada suhu dingin, namun jika habis dalam waktu cepat (3
hari) dapat disimpan di suhu kamar.
Pangan yang disimpan dalam penyimpanan kering adalah pangan kaleng,
bumbu, kopi, teh, lemak, minyak, daging yang dikeringkan, buah kering, sayur
kering, biji-bijian dan hasil olahnya.
Lemak dan minyak disimpan terlindung dari cahaya. Biji-bijian dan hasil olahnya, bumbu, kopi,
dan teh dibungkus dengan bahan kedap udara dan kering. Daging, buah dan sayur yang dikeringkan
dibungkus dan ditutup rapat dengan bahan kedap air dan kedap udara serta terlindung
dari cahaya. Pangan yang dipajang sebaiknya dilindungi dari pencemaran, pangan
siap saji terpisah dari pangan segar dan pangan basah.
Dokumentasi
merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk menjamin keamanan
pangan, misalnya untuk penelusuran apabila terjadi kasus kejadian luar
biasa. Sistem dokumentasi sebaiknya
menggambarkan secara lengkap dan jelas asal-usul setiap jenis produk.
Pengendalian bahaya
keamanan pangan artinya mengetahui dengan tepat bahaya yang berisiko sehingga
dapat melakukan tindakan pencegahan ataupun koreksi saat dibutuhkan. Pangan siap saji (misalnya berbagai jenis
masakan, produk bakeri), pangan segar (termasuk telur), produk susu dan
produk daging adalah jenis pangan dengan
risiko tinggi sehingga diperlukan perhatian lebih misalnya dibandingkan dengan
pangan kering yang dikemas. Tindakan
yang tepat akan menjamin keamanan pangan di sarana ritel.
Tindakan lainnya
untuk menjamin keamanan pangan diantaranya pengeluaran pangan yang rusak dan
kedaluwarsa dari rak, pengaturan stok lama untuk diletakkan di bagian depan;
pengecekan kondisi kemasan, tanggal kedaluwarsa, pemisahan dari bahan non
pangan, pemisahan pangan segar dan kering, pemisahan pangan siap saji dan
pangan lainnya saat penyerahan ke konsumen.
Dengan terjaminnya
keamanan pangan pada sarana ritel, pihak pengelola, konsumen, dan negara akan
memperoleh keuntungan dari sektor ekonomi dan kesehatan. Konsumen terhindar dari penyakit karena
pangan yang tidak aman, dan omzet pengelola akan semakin meningkat karena
pangan disediakan aman. Negara akan
diuntungkan dengan terserapnya seluruh pangan yang diproduksi sehingga
pemanfaatannya optimal, serta terciptanya generasi masyarakat yang sehat dan
berkualitas untuk pembangunan bangsa.
Pustaka :
[1]. Global Business Guide Indonesia. 2011. The Rise
of Modern Retail Outlets.
http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2011/the_rise_of_modern_retail_outlets.php
2. Fitriani, E. 2011. 2012, Omzet Ritel Modern Rp 144
T.http://www.investor.co.id/home/2012-omzet-ritel-modern-rp-144-t/26288
3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik
4. DR.Roy Sparringa dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di
Indonesia pada 19 Desember 2011. di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan
Cara Ritel Pangan yang Baik.
http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.
5. Dra. Kustantinah dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di
Indonesia pada 19 Desember 2011 di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan
Cara Ritel Pangan yang Baik.
http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.
6. US FDA. 2011. Voluntary National Retail Food Regulatory Program
Standards-January 2011. http://www.fda.gov/Food/FoodSafety/RetailFoodProtection/ProgramStandards/ucm245493.htm
7. UK Food Standards Agency.Safer Food, Better Business for
Retailers.FSA/1152/0407.
http://www.food.gov.uk/foodindustry/regulation/hygleg/hyglegresources/sfbb/sfbbretail/
8. State of Florida. 2001. Good Retail Practices. http://www.foodsafety.ksu.edu/articles/450/florida_restauraunt_checklist.pdf
9. Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.