Minggu, 12 Maret 2017

Pendekatan Risiko untuk Menjamin Keamanan Pangan di Sarana Ritel


Sarana ritel adalah rantai pangan terakhir dari suatu produk pangan sebelum sampai ke tangan konsumen, jaminan keamanan pangan perlu disediakan oleh pengelola agar konsumen dapat terlindungi dari pangan yang berisiko terhadap kesehatan. Sebagian besar masyarakat masih mengandalkan pasar tradisional dalam membeli kebutuhannya1.  Selain sarana ritel tradisional masyarakat mengenal juga sarana ritel modern. Kegemaran mengunjungi sarana ritel modern, seperti pasar swalayan, convenience store, dan mall antara lain disebabkan oleh fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik.  Pada tahun 2011 omzet toko modern mencapai Rp 120 triliun2, tentunya ini dapat digunakan oleh pengelola sarana ritel untuk menyediakan berbagai fasilitas dan melakukan berbagai tindakan yang diperlukan dalam rangka menjamin keamanan pangan dari produk yang disediakan.

Dalam rangka memberikan acuan kepada pengelola sarana ritel untuk penerapan prinsip keamanan pangan, Pemerintah menyusun suatu Pedoman3 bagi sarana ritel modern yang sebagian unsurnya bersifat wajib sementara lainnya sukarela4 dan diawasi prakteknya oleh Pengawas.   Pemerintah berharap peritel turut berperan aktif dalam menjaga keamanan pangan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penjaminan keamanan pangan5. 

Salah satu pendekatan yang dapat diambil oleh manajemen adalah penetapan program inspeksi berbasis prinsip HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), yaitu dengan melakukan tindakan inspeksi pada titik-titik kritis berdasarkan analisis risiko atas gangguan keamanan pangan. Program inspeksi ini dilakukan dengan penggunaan formulir inspeksi yang didesain untuk mengidentifikasi dan mengintervensi faktor risiko, pendokumentasian status kesesuaian dan tindakan intervensi pada tiap faktor risiko, pengelompokan area di sarana berdasarkan potensi risiko; penetapan frekuensi inspeksi berdasarkan risiko untuk memfokuskan tindakan pada yang berisiko paling tinggi; penerapan program untuk tindakan koreksi di tempat kejadian, diskusi mengenai tindakan pengendalian risiko dalam jangka panjang, dan tindakan yang perlu diambil;  serta penetapan kebijakan untuk verifikasi dan validasi rencana HACCP6.

Hal-hal yang tergolong berisiko tinggi menyebabkan gangguan keamanan pangan, antara lain pencemaran silang, proses pembersihan, proses sanitasi,  proses penerimaan stok, serta proses penyimpanan. 

Pencemaran silang ke bahan pangan dapat terjadi karena mikroba patogen yang masuk melalui permukaan, perlengkapan atau tangan pekerja7.  Sumber cemaran lainnya adalah bahan kimia pembersih, bahan kimia pengendali hama, serangga atau benda asing lainnya.  Risiko pencemaran dapat diminimalkan dengan disain fasilitas dan tata ruang yang sesuai.  Tata ruang harus didesain untuk mencegah pencemaran seperti masuk dan berkembang biaknya hama, dan untuk memudahkan proses pembersihan dan pemeliharaan. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan, penyiapan, pemajangan, dan yang bersentuhan dengan pangan (misalnya pisau dan talenan) perlu dipantau untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Untuk mencegah karyawan menjadi sumber pencemaran silang, manajemen perlu melakukan pemantauan kesehatan karyawan, khususnya terhadap yang menangani pangan segar dan pangan siap saji.  Karyawan harus mampu menerapkan prinsip higiene yang baik, seperti mencuci tangan sebelum menangani pangan; menggunakan seragam kerja yang bersih dan terawat; jika diperlukan masker, sarung tangan, celemek, hairnet, agar mereka tidak menularkan penyakit melalui pangan.  Pegawai yang terlibat dalam kegiatan penyiapan pangan sebaiknya juga memastikan peralatan dalam keadaan bersih.  Pangan segar dan siap saji yang disiapkan agar dikemas dan dilengkapi dengan label yang mencantumkan tanggal pengemasan.

Kebersihan fasilitas harus selalu dijaga, terutama pada bagian permukaan yang bersentuhan dengan pangan, karena area ini berisiko tinggi untuk menjadi sumber pencemaran.  Tindakan pemeliharaan yang perlu dilakukan terdiri dari pembersihan, sanitasi dan pengendalian hama.  Pembersihan dilakukan untuk menyingkirkan kotoran; sanitasi untuk mengurangi mikroba patogen; dan pengendalian hama untuk memastikan tidak ada infestasi hama di sarana ritel.  Program dan jadwal akan membuat karyawan lebih mudah dalam melakukan pemeliharaan dan berfungsinya pengontrolan oleh pihak manajemen.  Untuk mencegah pencemaran silang, bahan kimia untuk pemeliharaan seperti bahan kimia untuk pembersih atau sanitasi dan pestisida perlu disimpan, digunakan dan dilabel8 dengan baik agar tidak mencemari pangan dan peralatan.

Diperlukan sistem penerimaan dan pemeriksaan yang efektif untuk menjamin keamanan stok pangan yang diterima.  Pemeriksaan mencakup suhu alat transportasi dan pangan segar yang diangkut untuk memastikan tercapai kondisi yang dipersyaratkan, kondisi transportasi terutama untuk pangan siap saji dan kelengkapan label pangan olahan untuk memastikan kesesuaiannya dengan Peraturan9.

Setelah diterima, maka tahap selanjutnya adalah penyimpanan.  Beberapa jenis pangan memerlukan kondisi penyimpanan yang spesifik, sehingga diperlukan fasilitas penyimpanan dingin, beku, dan kering.  Fasilitas penyimpanan dingin digunakan untuk mempertahankan produk pada suhu kurang dari 8°C, dan beku pada suhu kurang dari -18°C.   Alat pembaca (air probe atau needle probe)7  dapat digunakan untuk memeriksa suhu fasilitas atau pangan yang disimpan.  Kondisi penyimpanan kering yang baik adalah suhu antara 10 s/d 21°C dan kelembapan 50 s/d 60%. 

Jenis pangan yang umumnya disimpan dalam kondisi dingin atau beku adalah daging unggas, ikan, daging, produk susu, buah dan kacang-kacangan, sayuran.  Telur dengan masa peredaran hingga 21 hari sebaiknya disimpan pada suhu dingin, namun jika habis dalam waktu cepat (3 hari) dapat disimpan di suhu kamar.  Pangan yang disimpan dalam penyimpanan kering adalah pangan kaleng, bumbu, kopi, teh, lemak, minyak, daging yang dikeringkan, buah kering, sayur kering, biji-bijian dan hasil olahnya.  Lemak dan minyak disimpan terlindung dari cahaya.  Biji-bijian dan hasil olahnya, bumbu, kopi, dan teh dibungkus dengan bahan kedap udara dan kering.  Daging, buah dan sayur yang dikeringkan dibungkus dan ditutup rapat dengan bahan kedap air dan kedap udara serta terlindung dari cahaya. Pangan yang dipajang sebaiknya dilindungi dari pencemaran, pangan siap saji terpisah dari pangan segar dan pangan basah. 

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk menjamin keamanan pangan, misalnya untuk penelusuran apabila terjadi kasus kejadian luar biasa.  Sistem dokumentasi sebaiknya menggambarkan secara lengkap dan jelas asal-usul setiap jenis produk. 

Pengendalian bahaya keamanan pangan artinya mengetahui dengan tepat bahaya yang berisiko sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan ataupun koreksi saat dibutuhkan.  Pangan siap saji (misalnya berbagai jenis masakan, produk bakeri), pangan segar (termasuk telur), produk susu dan produk  daging adalah jenis pangan dengan risiko tinggi sehingga diperlukan perhatian lebih misalnya dibandingkan dengan pangan kering yang dikemas.  Tindakan yang tepat akan menjamin keamanan pangan di sarana ritel.

Tindakan lainnya untuk menjamin keamanan pangan diantaranya pengeluaran pangan yang rusak dan kedaluwarsa dari rak, pengaturan stok lama untuk diletakkan di bagian depan; pengecekan kondisi kemasan, tanggal kedaluwarsa, pemisahan dari bahan non pangan, pemisahan pangan segar dan kering, pemisahan pangan siap saji dan pangan lainnya saat penyerahan ke konsumen. 



Dengan terjaminnya keamanan pangan pada sarana ritel, pihak pengelola, konsumen, dan negara akan memperoleh keuntungan dari sektor ekonomi dan kesehatan.  Konsumen terhindar dari penyakit karena pangan yang tidak aman, dan omzet pengelola akan semakin meningkat karena pangan disediakan aman.  Negara akan diuntungkan dengan terserapnya seluruh pangan yang diproduksi sehingga pemanfaatannya optimal, serta terciptanya generasi masyarakat yang sehat dan berkualitas untuk pembangunan bangsa.


Pustaka :

[1]. Global Business Guide Indonesia. 2011. The Rise of Modern Retail Outlets. http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2011/the_rise_of_modern_retail_outlets.php

2. Fitriani, E. 2011. 2012, Omzet Ritel Modern Rp 144 T.http://www.investor.co.id/home/2012-omzet-ritel-modern-rp-144-t/26288

3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik

4. DR.Roy Sparringa dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di Indonesia pada 19 Desember 2011. di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik. http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.

5. Dra. Kustantinah dalam acara Workshop Keamanan dan Mutu Pangan di Indonesia pada 19 Desember 2011 di dalam Hendryfri. 2011. APRINDO Dukung Penyusunan Panduan Penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik. http://foodreview.biz/preview.php?view2&id=56191.

6. US FDA. 2011. Voluntary National Retail Food Regulatory Program Standards-January 2011. http://www.fda.gov/Food/FoodSafety/RetailFoodProtection/ProgramStandards/ucm245493.htm

7. UK Food Standards Agency.Safer Food, Better Business for Retailers.FSA/1152/0407. http://www.food.gov.uk/foodindustry/regulation/hygleg/hyglegresources/sfbb/sfbbretail/

8. State of Florida. 2001. Good Retail Practices. http://www.foodsafety.ksu.edu/articles/450/florida_restauraunt_checklist.pdf

9. Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Tidak ada komentar: